Senin, 16 Januari 2012

Teori Belajar Arthur William Brownell


BAB I
                                                              PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

              Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada dari luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengalaman itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pandangan itu, teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berfikir, yakni proses pengelolaan informasi.
              Kegiatan pengelolaan informasi yang berlangsung di dalam kognisi itu akan menentukan perubahan perilaku seseorang. Bukan sebaliknya jumlah informasi atau stimulus yang mengubah perilaku. Demikian pula kinerja seseorang yang diperoleh dari hasil belajar tidak tergantung pada jenis dan cara pemberian stimulus, melainkan lebih ditentukan oleh sejauh mana seseorang mampu mengelola informasi sehingga dapat disimpan dan digunakan untuk merespon stimulus yang berada disekelilingnya. Oleh karena itu teori belajar kognitif menekankan pada cara-cara seseorang menggunakaan pikirannya untuk belajar, mengingat dan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara efektif.
              Teori belajar kognitif menekankan pada kemampuan siswa dan menganggap bahwa siswa sebagai subjek didik. Jadi siswa harus aktif dalam proses belajar mengajar, fungsi guru adalah menyediakan tangga pemahaman yang puncaknya adalah tangga pemahaman yang paling tinggi, dan siswa harus mencari cara sendiri agar dapat menaiki tangga tersebut. Jadi peran guru adalah a) memperlancar proses pengkonstruksian pengetahuan dengan cara membuat informasi secara bermakna dan relevan dengan siswa, b) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan atau menerapkan gagasannya sendiri, dan c) membimbing siswa untuk menyadari dan secara sadar menggunakan strategi belajar sendiri.
Teori belajar yang berkembang dalam dunia matematika didasarkan pada temuan para ahli tentang pentingnya memahami tingkat berpikir kritis siswa. Pada dasarnya suatu materi pelajaran matematika ini dapat dimengerti dengan baik apabila siswa yang belajar sudah siap menerimanya. Psikologi belajar dan teori belajar pada umumnya berkaitan dengan bagaimana anak belajar. Sejak psikologi dijadikan sebagai salah satu cabang ilmu, beberapa tokoh mengembangkan teori belajar masing-masing, baik yang menyangkut aspek tingkah laku maupun aspek kognitif.
            Banyak teori-teori belajar telah dikemukakan oleh para psikolog atau pakar pendidikan yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan pembelajaran yang inovatif.. Di antaranya aliran Psikologi Tingkah Laku dikemukakan antara lain oleh: Thorndike, Ausubel, Gagne, Pavlov dan teori tentang Psikologi Kognitif antara lain dikemukakan oleh Piaget, Brunner, Brownell, Dienes dan Van Hiele. Dengan munculnya terori pembelajaran dari para ahli psikologi, mempengaruhi pembelajaran matematika dalam negeri yang akhirnya pemerintah mengeluarkan kurikulum baru, yang disesuaikan dengan penemuan teori pembelajaran yang muncul.

1.2. Perumusan Masalah
Apa isi dari teorema Brownell dan bagaimana aplikasinyanya dalam pembelajaran.

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan dan Batasan
Dalam paper ini pembahasan hanya dibatasi pada teori Pembelajaran Brownell.

1.4. Tujuan Penulisan
       Untuk mengetahui isi dari teorema Brownell dan aplikasinya dalam pembelajaran.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Teori Belajar Brownell

Salah satu ahli yang memberikan sumbangan pikiran dalam teori belajar adalah William Artur Brownell dilahirkan tanggal 19 mei 1895 dan wafat pada tanggal 24 mei 1977, yang mendedikasikan hidupnya dalam dunia pendidikan. Brownell (1935) “…he characterized his point of view as the “meaning theory.” In developing it, he laid the foundation for the emergence of the “new mathematics.” He showed that understanding, not sheer repetition, is the basis for children's mathematical learning…” pada penelitiannya mengenai pembelajaran anak khususnya pada aritmetika mengemukakan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian atau yang dikenal dengan Meaning Theory (teori bermakna) dan dalam perkembangannya ia meletakkan pondasi munculnya matematika baru. Jika dilihat dari teorinya ini sesuai dengan teori belajar-mengajar Gestalt yang muncul pada pertengahan tahun 1930. Dimana menurut teori Gestalt, latihan hafalan atau yang dikenal dengan sebutan drill adalah sangat penting dalam kegiatan pengajaran. Cara drill diberikan setelah tertanam pengertian.
Khusus dalam hubungan pembelajaran matematika di SD, Meaning Theory (teori makna)  yang diperkenalkan oleh Brownel merupakan alternatif dari Drill Theory (teori latihan hafal/ulangan).
Teori Drill dalam pengajaran matematika berdasarkan kepada teori belajar asosiasi yang lebih dikenal dengan sebutan teori belajar stimulus respon yang dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949). Teori belajar ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau puas ini bisa timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau ganjaran sehingga ia merasa puas karena sukses yang diraihnya dan sebagai akibatnya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan berikutnya.
Menurut teori drill ikatan antara stimulus (soal) dan respon (jawab) itu bisa dicapai oleh siswa dengan latihan berupa ulangan (drill), atau dengan kata lain dengan latihan hapal atau menghapal. Intisari pengajaran matematika menurut teori drill adalah sebagai berikut:
a.       Matematika (aritmatika) untuk tujuan pembelajaran (belajar mengajar) dianalisis sebagai kumpulan fakta (unsur) yang berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan.
b.      Anak diharuskan untuk menguasai unsur-unsur yang banyak sekali tanpa diperhatikan pengertiannya.
c.       Anak mempelajari unsur-unsur dalam bentuk seperti yang akan digunakan nanti pada kesempatan lain.
d.      Anak akan mencapai tujuan ini secara efektif dan efisien dengan melalui pengulangan atau drill.

Brownell mengemukakan ada tiga keberatan utama berkenaan dengan teori drill pada pengajaran matematika.
a.       Teori drill memberikan tugas yang harus dipelajari siswa yang hampir tidak mungkin dicapai. Menurut hasil penelitian menunjukkan anak yang tahu 3 + 6 = 9 ternyata tidak tahu dengan baik, bahwa 6 + 3 = 9. Penelitian lain menunjukkan bahwa penguasaan 3 + 6 = 9 tidak menjamin dikuasainya 13 + 6 = 19, 23 + 6 = 29 atau 43 + 6 = 49, dan sebagainya.
b.     Keberatan yang lainnya berkaitan dengan reaksi yang dihasilkan oleh drill. Pada saat guru memberikan drill pada keterampilan aritmetika, ia berasumsi bahwa murid akan berlatih sebagai reaksi dari yang telah ditentukan. Misalkan pada waktu guru memberi tugas 4 + 2 = 6 dan 9 – 5 = 4, ia mengharap semua siswa akan dengan diam berfikir atau mengucapkan dengan keras, 4 dan 2 sama dengan 6,  9 dikurangi 5 sama dengan 4. Guru percaya dengan sering mengulanginya akhirnya siswa selalu menjawab 6 dan 4 untuk ke dua tugas tersebut. Kemudian melalui penelitian diketahui bahwa hanya 40% dari siswa yang dapat menjawab dengan benar berdasarkan ingatannya. Kegiatan ini menunjukkan bahwa drill tidak menghasilkan respons otomatis untuk siswa-siswa di kelas 1 dan kelas 2 SD, padahal tugas dan beban belajar mereka relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang lebih atas.
c.  Aritmetika adalah paling tepat dipandang sebagai suatu sistem berpikir kuantitatif. Pandangan ini merupakan kriteria  penilaian suatu sistem pengajaran matematika yang memadai atau tidak. Jelas dari sudut pandanga ini, teori drill dalam pengajaran aritmetika tidak memadai, sebab pengajaran melalui drill tidak menyediakan kegiatan untuk berfikir secara kuantitatif. Agar siswa dapat berfikir secara kuantitatif ia harus mengetahui maksud dari apa yang dipejarinya (mengerti), yang tidak pernah menjadi perhatian dari sistem pengajaran aritmetika melalui drill (balapan).

          Menurut teori makna, anak itu harus melihat makna dari apa yang dipelajarinya, dan ini adalah isu  utama pada pembelajaran matematika. Teori makna mengakui perlunya drill dalam pembelajaran matematika, bahkan dianjurkan jika memang diperlukan. Jadi, drill itu penting, tetapi drill dilakukan apabila suatu konsep, prinsip atau proses telah dipahami dengan mengerti oleh para siswa.
          Teori makna memandang matematika sebagai suatu sistem dan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan proses-proses yang dapat dimengerti. Menurutnya tes belajar untuk mengukur kemampuan matematika anak bukanlah semata-mata kemampuan mekanik anak dalam berhitung saja. Tes harus mengungkapkan kemampuan intelektual anak dalam melihat antara bilangan, dan kemampuan untuk menghadapi situasi aritmetika dengan pemahaman yang sempurna baik aspek matematikanya maupun aspek praktisnya. Menurut teori ini, anak harus melihat makna dari apa yang dipelajarinya. Anak harus tahu makna dari simbol yang ditulis dan kata yang diucapkannya.
          Menurut brownell kemampuan mendemosntrasikan operasi-operai hitung secara mekanis dan otomatis tidaklah cukup. Tujuan  utama dari pengajaran aritmetika adalah mengembangkan atau pentingnya kemampuan berfikir dalam situasi kuantitatif.
Brownell mengusulkan agar pengajaran aritmetika pada anak lebih menantang kegiatan berfikirnya dari pada kegiatan mengingatnya. Program aritmetika di SD haruslah membahas tentang pentingnya (significance) dan makna (meaning) dari bilangan. Pentingnya bilangan (the significance of number) adalah nilainya atau pentingnya dalam kehidupan keseharian manusia.
Pengertian signifikansi bilangan bersifat fungsional atau dengan kata lain penting dalam kehidupan sosial manusia. Sedangkan makna bilangan (the meaning of number) adalah bersifat intelektual, yaitu bersifat matematis sebagai suatu sistem kuantitatif.
Menurut Brownell dalam belajar orang membutuhkan makna, bukan hanya sekedar respon otomatis yang banyak. Maka dengan demikian teori drill dalam pembelajaran matematika yang dikembangkan atas dasar teori asosiasi atau teori stimulus respon, menurutnya terkesan bahwa proses pembelajaran matematika khususnya aritmetika dipahami semata-mata hanya sebagai kemahiran.
Teori belajar William Brownell didasarkan atas keyakinan bahwa anak-anak pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau secara terus menerus untuk waktu yang lama. Salah satu cara bagi anak-anak untuk mengembangkan pemahaman tentang matematika adalah dengan menggunakan benda-benda tertentu ketika mereka mempelajari konsep matematika. Teori belajar William Brownell dikenal seebagai meaning theory.
Kelemahan perkembangan pembelajaran matematika dalam negeri  seolah nampak jelas, yakni pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemanhan-kelemahan tersebut, munculah kurikulum 1975 dimana matematika saat itu mempnyai karakteristik sebagai berikut ;
1.    Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
2.    Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan berhitung.
3.    Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih kontinue
4.    Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur
5.    Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya heterogen.
6.    Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
7.    Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
8.    Metode pembelajaran menggunakan metode menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
9.    Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.

Dalam teorinya Brownell mengakui akan pentingnya drill, tetapi harus dilakukan apabila konsep, prinsip, atau proses yang dipelajari telah lebih dahulu dipahami oleh siswa. Hal ini dikarenakan bahwa penguasaan seseorang terhadap matematika tidak cukup hanya dilihat dari kemampuan mekanik anak dalam berhitung saja, tetapi juga dalam aspek praktis dan kemampuan berpikir kuantitatif. Selain itu juga Brownell memberikan saran dalam pengajaran matematika, siswa sebaiknya memahami pentingnya bilangan baik dalam segi kehidupan sosial manusia maupun segi intelektual dalam sistem kualitatif. Jadi pembelajaran aritmetika yang dikembangkan oleh Brownel, menekankan bahwa keterampilan hitung tidak hanya sekedar mengetahui cara menyelesaikan prosedur-prosedur tetapi juga harus mengetahui bagaimana prosedur-prosedur tersebut bekerja atau dengan kata lain harus mengetahui makna dari apa yang dipelajari.
Aritmetika atau berhitung yang diberikan pada anak-anak SD dulu lebih menitikberatkan hafalan dan mengasah otak. Aplikasi dari bahan yang diajarkan dan bagaimana kaitannya dengan pelajaran-pelajaran lainnya sedikit sekali dikupas. Menurut Brownell anak-anak yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu memiliki kemampuan berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin formal.
Terdapat perkembangan yang menunjukkan bahwa doktrin formal itu memiliki kekeliruan yang cukup mendasar. Dari penelitian yang dilaksanakan pada abad 19 terdapat hasil yang menunjukkan bahwa belajar tidak melalui latihan hafalan dan mengasah otak, namun diperoleh anak melalui bagaimana anak berbuat, berfikir, memperoleh persepsi, dll.
Implikasi teori perkembangan kognitif Brownell dalam pembelajaran sebagai berikut:
a.       Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b.       Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c.        Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d.       Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e.        Siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan siswa lain.

Pengaplikasian teori kognitif  Brownell dalam belajar bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahui saja dengan adanya area baru, siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan.

Dengan demikian, dalam teori bermakna yang dikembangkan oleh Brownell bahwa pengajaran operasi hitung akan mudah dipahami oleh siswa apabila makna bilangan dan operasinya diikutsertakan dalam proses operasi. Kita percaya bukan keputusan mengajarkan matematika dengan bermakna saja yang dapat menyebabkan perubahan dalam reformasi pendidikan, tetapi bagaimana cara kita menginterpretasikan istilah pembelajaran matematika yang bermakna yang telah dan akan melanjutkan usaha perbaikan dalam matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Hudoyo, Herman.1988.Belajar Mengajar Matematika.Jakarta:Depdikbud


Karso, dkk. 2000. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas terbuka

1 komentar:

  1. Wynn Hotel & Casino - Mapyro
    Discover the 평택 출장샵 Wynn Hotel & Casino, Las Vegas (Nevada) 포항 출장안마 with 3D models, Resort Casino at 청주 출장마사지 The Wynn. 구리 출장안마 3.5 Million square foot casino gaming floor featuring 25 밀양 출장마사지 table games

    BalasHapus